Minggu, 26 Januari 2014

Peranan Survei Hidrografi dalam Eksplorasi Minyak Lepas Pantai



PERANAN SURVEI HIDROGRAFI DALAM EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

Oleh:

M. RICY ISMAIL
151 10 016
mricyismail@gmail.com

Pendahuluan- Minyak dan gas bumi, merupakan salah satu sumber energi utama yang banyak digunakan berbagai negara pada saati ini. Kebutuhan masyarakat dunia akan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui ini pun semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di bumi serta perkembangan industri-industri dan transportasi yang membutuhkan minyak dan gas sebagai sumber energinya. Sedangkan ketersedian cadangan minyak dan gas bumi yang ada pun semakin menipis.

Beberapa dekade yang lalu, minyak dan gas bumi masih sangat mudah ditemukan di daratan karena minyak sudah muncul dengan sendirinya ke atas permukaan tanah. Kemudian seiring berjalannya waktu, minyak mulai dicari sampai kedalaman 10-20 meter, semakin lama manusia terus mencari cadangan-cadangan minyak di darat dengan kedalaman yang semakin bertambah. Namun manusia mulai menyadari bahwa cadangan minyak di darat jumlahnya semakin terbatas dan semakin habis seiring penggunakan bahan bakar minyak yang sangat tinggi dan belum adanya sumber energi alternatif sangat yang menjanjikan di masa depan. Oleh karena itu mulailah eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai. Awalnya eksplorasi hanya dilakukan pada laut yang yang relatif dangkal, setelah banyak ditemukan dan jumlahnya pun semakin berkurang, manusia mulai melirik laut dalam. Namun eksplorasi minyak di laut dalam ini tidaklah mudah, membutuhkan data-data yang sangat banyak dan akurat, serta biaya ekplorasinya sangatlah mahal, sehingga dibutuhkan metoda dan perencanaan yang bagus. Selain proses seismik yang dilakukan untuk mengetahui lapisan-lapisan dibawah permukaan dasar laut juga dilakukan survei hidrografi untuk mendapatkan data-data utama dan penunjang lainnya dalam eksplorasi ini. Maka dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai peranan survei hidrografi dalam eksplorasi minyak di laut.

Pembahasan- Terlebih dahulu akan dijelaskan apa itu hidrografi. Hidrografi adalah suatu ilmu yang melakukan pengukuran, menguraian, dan mengembangkan tentang: a) Sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut yang dihasilkan oleh kegiatan survey bathimetrik, geologi dan geofisika; b) Hubungan geografis (antara laut, perairan) dengan daratan terdekat yang dihasilkan dengan kegiatan positioning; dan c) Sifat dan dinamika air laut yang dihasilkan dengan pengukuran/pengamatan pasang surut, arus laut, gelombang dan sifat fisik air laut. Ilmu hidrografi merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam berbagai aktifitas manusia yang terjadi dipermukaan dan atau dibawah permukaan laut maupun didasar laut.

Sedangkan eksplorasi minyak merupakan tindakan atau melakukan perjalanan dengan tujuan menemukan sumber-sumber cadangan minyak baru melalui sebuah kajian panjang yang melibatkan beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Eksplorasi minyak awalnya hanya dilakukan didaerah daratan saja, namun seiring dengan berkurangnya cadangan minyak serta meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar minyak, maka eksplorasi minyak dan gas juga dilakukan di lautan.

Hubungan antar kedua hal ini adalah ilmu hidrografi merupakan bidang ilmu penunjang dalam proses eksplorasi minyak. Hidrografi berperan baik saat proses eksplorasi maupun proses eksploitasinya. Beberapa macam survei hidrografi yang dilakukan dalam proses eksplorasi ini adalah survei batimetri, penentuan posisi di laut, pengamatan pasut, pengukuran pola dan kecepatan arus dan gelombang, pengukuran sifat-sifat fisis air laut dan pengambilan contoh sedimen. Selanjutnya akan dibahas dibawah ini;

1.      Penentuan Posisi
Penentuan posisi di laut merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam semua kegiatan survei di laut. Tentu sebelum melakukan survei, kita harus mengetahui posisi dan arah kapal bergerak sehingga saat melakukan survei, kapal bergerak pada jalur survei yang telah ditentukan. Alat yang dipakai dalam penentuan posisi adalah sistem DGPS, yang digunakan untuk penentuan posisi real time secara diferensial untuk objek yang bergerak (kapal survei). Untuk merealisasikan tuntutan real time-nya, maka stasiun referensi akan mengirimkan koreksi pseudorange kepada navigator kapal survei.

2.      Survei Batimetri
Survei batimetri dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Alat yang digunakan dalam survei ini adalah Multibeam Echosounder. Prinsip kerja alat ini sama dengan single beam namun jumlah beam yang dipancarkan adalah lebih dari satu pancaran. Pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam akan mendapatkan satu titik kedalaman hingga jika titik-titik kedalaman tersebut dihubungkan akan membentuk profil dasar laut. Jika kapal bergerak maju hasil sapuan multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut (Moustier, 1998). Data batimetrik ini nantinya juga berguna untuk menganalisis hambatan yang mungki dan estimasi biaya pembangunan infrastruktur rig dan jalur pipa bawah laut.
3.      Pengamatan Pasut
Pengamatan pasut dilakukan untuk mendapatkan koreksi kedalaman hasil batimetri. Pengamatan pasut bisa menggunakan pressure type tide gauge yang ditempatkan di kedalaman tertentu, sehingga nanti alat itu akan merekam perbedaan tekanan, yang nantinya memberikan data perubahan tinggi air laut. Pengukuran pasut ini dilakukan selama dilakukan survei batimetri.

4.      Pengukuran Arus
Pengukuran arus dilakukan untuk mendapatkan data kecepatan dan pola arus. Data ini dibutuhkan untuk keperluan perencanaan kekuatan infrastruktur yang akan dibangun. Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan Acoutic Doppler Current Profiler (ADCP). Prinsip kerjanya, alat ini akan memancarkan gelombang akustik dengan frekuensi tertentu. Kemudian alat ukur akustik mengukur frekuensi gelombang pantul yang dipantulkan oleh material-material (yang bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan gerak air). Karena adanya gerak relatif pemantul gelombang terhadap alat ukur arus akustik, maka gelombang yang diterima akan mengalami efek doppler atau berubah frekuensinya. Frekuensinya ini akan sebanding dengan perbedaan kecepatan antara alat ukur arus akustik dengan lapisan arus yang diukur. Jika arus tersebut bergerak menjauhi alat ukur arus akustik, maka frekuensi yang akan ditangkap akan lebih kecil dan begitu juga sebaliknya. Pada alat ADCP ini ada 3 transduser, yang pertama mengalami pergerakan arus arah barat-timur, yang kedua mengamati pergerakan arus utara-selatan, dan yang ketiga mengamati pergerakan arus atas-bawah. Dari vektor-vektor tersebut dapat ditentukan arah arusnya masing-masing kolom yang diamati.

5.      Pengukuran sifat-sifat fisis air laut
Pengukuran sifat-sifat fisis air laut dilakukan menggunakan CTD. CTD adalah alat mengukur karakteristik air seperti suhu, salinitas, tekanan, kedalaman dan densitas. Secara umum sistem CTD terdiri dari unit masukan data/input, sistem pengolahan, dan output. Unit masukan data terdiri dari sensor CTD, rosette, botol sampel  dan kabel koneksi, penggolahan menggunakan perangkat lunak yang ada berupa system operasi ODV (Ocean Data View) dan Microsoft Excel dan output berupa grafik dari data stasiun. (Hertikawati 2010). Pada Prinsipnya teknik pengukuran pada CTD ini adalah untuk mengarahkan sinyal dan mendapatkan sinyal dari sensor yang mendeteksi suatu besaran, kemudian mendapatkan data dari metode multiplex dan pengkodean (decode), kemudian memecah data dengan metode enkoder untuk di transfer ke serial data stream dengan dikirimkan ke kontrol unit via cabel ke komputer yang sudah terpasang. Pengukuran ini dilakukan untuk memberikan koreksi untuk kecepatan gelombang akustik di dalam kolom-kolom air tertentu.

Kesimpulan- Kebutuhan masyarakat dunia akan bahan bakar minyak yang semakin besar serta berkurangnya cadangan minyak yang ada di daratan, maka dilakukanlah eksplorasi minyak di daerah lepas pantai. Seperti yang telah dijelaskan diatas, besar sekali peran survei hidrografi dalam proses eksplorasi minyak di daerah lepas pantai. Penentuan posisi di laut dilakukan agar mengetahui posisi kapal dan agar kapal survei bergerak dijalur survei yang benar. Survei batimetri yang dilakukan untuk mendapatkan data topografi sadar laut dan untuk menganalisis hambatan serta estimasi biaya insfrastruktur platform pembor-an. Pengamatan pasut dilakukan untuk memberikan koreksi kedalaman untuk data batimetri. Pengukuran kecepatan dan pola arus yang dibutuhkan untuk perencanaan kekuatan platform pengeboran nantinya. Serta pengukuran sifat-sifat fisis air laut untuk memberikan koreksi kecepatan gelombang akustik di dalam kolom-kolom air laut. Dengan mengetahui besarnya peran hidrografi dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, maka ini adalah motivasi bagi calon-calon hidrografer untuk berkarir di bidang migas.

Referensi

Abidin, H. Z. 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita.Jakarta
Power point seminar hidro “Kegiatan hidrografi untuk mendukung eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai”. Dishidros TNI AL. Yogyakarta.



Senin, 04 Februari 2013

Survei Batimetri



Survei Batimetri

Oleh:

M. Ricy Ismail
15110016
mricyismail@gmail.com


            Batimetri adalah suatu ilmu yang mempelajari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi dasar laut atau danau. Dalam survei batimetri ini ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan, yaitu penentuan posisi, kedalaman, dan pasang surut untuk koreksi kedalaman. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing kegiatan yang harus dilakukan dalam survei batimetri.
            Pertama, Penentuan posisi digunakan untuk mengetahui posisi titik yang diketahui kedalamannya. Biasanya penentuan posisi di laut ini menggunakan GPS. GPS itu sendiri adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. GPS didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan 3 dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu diseluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orag secara simultan.
            Prinsip atau konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak (reseksi/ pengikatan kebelakang) ke beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya sekaligus secara simultan. GPS terdiri dari beberapa segmen utama, yaitu; segmen angkasa (space segement) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai berupa alat-alat menerima sinyal GPS.  
            Implementasi GPS salah satunya dalam bidang survei hidro-oseanografi terutama yang terkait penentuan posisi titik-titik kontrol di pantai, navigasi kapal survei, penentuan posisi titik-titik perum (sounding) dll. Dalam penentuan posisi itu, ada beberapa metoda yang dapat digunakan, antara lain;
§  Metoda survei GPS untuk penentuan posisi titik kontrol di pantai.
§  Metoda kinematik deferensial; untuk tahapan lainnya, baik menggunakan data pseudorange untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian menengah (m), maupun menggunakan data fase untuk ketelitian yang lebih tinggi (cm).
§  Sistem DGPS dan RTK; untuk aplikasi yang menuntut informasi posisi secara instan (real time); dimana sistem DGPS umumnya digunakan untuk melayani aplikasi berketelitian menengah dan sistem RTK untuk aplikasi berketelitian lebih tinggi.
            Kedua, Pengukuran kedalaman, pengukuran kedalaman dalam survei batimetri dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang dipetakan. Pada titik-titik ini juga dilakukan penentuan posisi, titik-titik ini disebut titik fiks perum. Pada titik fiks ini juga dilakukan pencatatan waktu saat pengukuran kedalaman untuk koreksi pasut pada hasil pengukuran. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan dalam pengukuran kedalaman, yaitu; metoda mekanik, optik, atau akustik.
            Metoda Mekanik adalah metoda yang paling awal dilakukan manusia, biasanya metoda ini menggunakan alat tongkat penduga dan rantai ukur. Metoda optik merupakan metoda terbaru yang digunakan dalam pemeruman, metoda ini memanfaatkan transisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Teknologi ini dikenal dengan sebutan laser airborne bathymetry (LAB) dan telah dikembangkan di beberapa negara menjadi sistem pemeruman. Dari ketiga metoda yang disebutkan diatas, metoda akustik lah yang paling populer dalam survei batimetri hingga saat ini. Metoda ini menggunakan gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz sehingga akan mempertahankan kehilangan intentitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman 100m. Alat yang digunakan dalam hal ini adalah echosounder (single dan multi beam), prinsip kerjanya adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan tranduser. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air, dengan diketahui cepat rambat dan di dapatkan waktu tempuh gelombang menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser, sehingga dapat dihitung jarak (kedalaman) perairan tersebut.
            Ketiga, Pengamatan Pasut, pengamatan pasut digunakan untuk mengkoreksi hasil dari pengukuran kedalaman dan untuk prediksi pasang surut di masa mendatang di saat dan tempat tertentu. Pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu, biasanya setiap 15, 30 atau 60 menit. Rentang waktu pengamatan pasut yang lazim dilakukan adalah 15 atau 30 hari.
            Ada beberapa cara dalam pengamatan pasut manual dan otomatik. Manual tentunya dengan memakai palem, tinggi muka air laut setiap interval pengamatan diamati secara manual oleh operator (pencatat). Sedangkan metoda otomatik, menggunakan alat pengamat pasut mekanik yang dikenal tide gauge. Gerakan naik turunnya air laut dideteksi dengan sebuah pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Sehingga perubahan tinggi muka laut terekam pada kertas perekam data yang telah disediakan.
            Dalam pengamatan pasut, perlu dilakukan pengikatan stasiun pengamat pasut untuk mengetahui kedudukan nol palem relatif terhadap suatu titik permanen (Bench Mark) di pantai agar mudah diketahui kembali. Pengikatan stasiun pasut ini dilakukan dengan metoda pengukuran sipat datar untuk menentukan beda tinggi nol palem relatif terhadap BM.
            Lokasi pengamatan pasut dilakukan di dekat/ di daerah yang masih memiliki karakteristik pasang surut yang sama dengan daerah yang dilakukan pengukuran kedalaman (dalam beberapa literatur disebutkan ± 5 Mil dari lokasi pemeruman).











Daftar Pustaka
Djunarsjah, E. dkk (2005). Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama. Bandung.

Minggu, 25 November 2012

new blog

Alhamdulillah,
Akhirnya setelah sekian lama keinginan untuk membuat blog, baru bisa diwujudkan sekarang. Mudah-mudah blog ini bisa bermanfaat bagi saya sebagai ajang latihan menulis, khususnya untuk membuat TA nantinya (padahal masih lama), hehe...