Senin, 04 Februari 2013

Survei Batimetri



Survei Batimetri

Oleh:

M. Ricy Ismail
15110016
mricyismail@gmail.com


            Batimetri adalah suatu ilmu yang mempelajari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi dasar laut atau danau. Dalam survei batimetri ini ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan, yaitu penentuan posisi, kedalaman, dan pasang surut untuk koreksi kedalaman. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing kegiatan yang harus dilakukan dalam survei batimetri.
            Pertama, Penentuan posisi digunakan untuk mengetahui posisi titik yang diketahui kedalamannya. Biasanya penentuan posisi di laut ini menggunakan GPS. GPS itu sendiri adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. GPS didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan 3 dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu diseluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orag secara simultan.
            Prinsip atau konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak (reseksi/ pengikatan kebelakang) ke beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya sekaligus secara simultan. GPS terdiri dari beberapa segmen utama, yaitu; segmen angkasa (space segement) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai berupa alat-alat menerima sinyal GPS.  
            Implementasi GPS salah satunya dalam bidang survei hidro-oseanografi terutama yang terkait penentuan posisi titik-titik kontrol di pantai, navigasi kapal survei, penentuan posisi titik-titik perum (sounding) dll. Dalam penentuan posisi itu, ada beberapa metoda yang dapat digunakan, antara lain;
§  Metoda survei GPS untuk penentuan posisi titik kontrol di pantai.
§  Metoda kinematik deferensial; untuk tahapan lainnya, baik menggunakan data pseudorange untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian menengah (m), maupun menggunakan data fase untuk ketelitian yang lebih tinggi (cm).
§  Sistem DGPS dan RTK; untuk aplikasi yang menuntut informasi posisi secara instan (real time); dimana sistem DGPS umumnya digunakan untuk melayani aplikasi berketelitian menengah dan sistem RTK untuk aplikasi berketelitian lebih tinggi.
            Kedua, Pengukuran kedalaman, pengukuran kedalaman dalam survei batimetri dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang dipetakan. Pada titik-titik ini juga dilakukan penentuan posisi, titik-titik ini disebut titik fiks perum. Pada titik fiks ini juga dilakukan pencatatan waktu saat pengukuran kedalaman untuk koreksi pasut pada hasil pengukuran. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan dalam pengukuran kedalaman, yaitu; metoda mekanik, optik, atau akustik.
            Metoda Mekanik adalah metoda yang paling awal dilakukan manusia, biasanya metoda ini menggunakan alat tongkat penduga dan rantai ukur. Metoda optik merupakan metoda terbaru yang digunakan dalam pemeruman, metoda ini memanfaatkan transisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Teknologi ini dikenal dengan sebutan laser airborne bathymetry (LAB) dan telah dikembangkan di beberapa negara menjadi sistem pemeruman. Dari ketiga metoda yang disebutkan diatas, metoda akustik lah yang paling populer dalam survei batimetri hingga saat ini. Metoda ini menggunakan gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz sehingga akan mempertahankan kehilangan intentitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman 100m. Alat yang digunakan dalam hal ini adalah echosounder (single dan multi beam), prinsip kerjanya adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan tranduser. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air, dengan diketahui cepat rambat dan di dapatkan waktu tempuh gelombang menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser, sehingga dapat dihitung jarak (kedalaman) perairan tersebut.
            Ketiga, Pengamatan Pasut, pengamatan pasut digunakan untuk mengkoreksi hasil dari pengukuran kedalaman dan untuk prediksi pasang surut di masa mendatang di saat dan tempat tertentu. Pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu, biasanya setiap 15, 30 atau 60 menit. Rentang waktu pengamatan pasut yang lazim dilakukan adalah 15 atau 30 hari.
            Ada beberapa cara dalam pengamatan pasut manual dan otomatik. Manual tentunya dengan memakai palem, tinggi muka air laut setiap interval pengamatan diamati secara manual oleh operator (pencatat). Sedangkan metoda otomatik, menggunakan alat pengamat pasut mekanik yang dikenal tide gauge. Gerakan naik turunnya air laut dideteksi dengan sebuah pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Sehingga perubahan tinggi muka laut terekam pada kertas perekam data yang telah disediakan.
            Dalam pengamatan pasut, perlu dilakukan pengikatan stasiun pengamat pasut untuk mengetahui kedudukan nol palem relatif terhadap suatu titik permanen (Bench Mark) di pantai agar mudah diketahui kembali. Pengikatan stasiun pasut ini dilakukan dengan metoda pengukuran sipat datar untuk menentukan beda tinggi nol palem relatif terhadap BM.
            Lokasi pengamatan pasut dilakukan di dekat/ di daerah yang masih memiliki karakteristik pasang surut yang sama dengan daerah yang dilakukan pengukuran kedalaman (dalam beberapa literatur disebutkan ± 5 Mil dari lokasi pemeruman).











Daftar Pustaka
Djunarsjah, E. dkk (2005). Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama. Bandung.