Survei Batimetri
Oleh:
M. Ricy Ismail
15110016
mricyismail@gmail.com
Batimetri adalah suatu ilmu yang
mempelajari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi dasar laut
atau danau. Dalam survei batimetri ini ada tiga kegiatan utama yang harus
dilakukan, yaitu penentuan posisi, kedalaman, dan pasang surut untuk koreksi
kedalaman. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing kegiatan yang harus
dilakukan dalam survei batimetri.
Pertama, Penentuan posisi digunakan
untuk mengetahui posisi titik yang diketahui kedalamannya. Biasanya penentuan
posisi di laut ini menggunakan GPS. GPS itu sendiri adalah sistem satelit
navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. GPS
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan 3 dimensi serta informasi
mengenai waktu, secara kontinyu diseluruh dunia tanpa tergantung waktu dan
cuaca, kepada banyak orag secara simultan.
Prinsip atau konsep dasar penentuan
posisi dengan GPS adalah pengukuran jarak (reseksi/ pengikatan kebelakang) ke
beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya sekaligus secara simultan.
GPS terdiri dari beberapa segmen utama, yaitu; segmen angkasa (space segement)
yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol yang terdiri dari
stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai berupa
alat-alat menerima sinyal GPS.
Implementasi GPS salah satunya dalam
bidang survei hidro-oseanografi terutama yang terkait penentuan posisi
titik-titik kontrol di pantai, navigasi kapal survei, penentuan posisi
titik-titik perum (sounding) dll. Dalam penentuan posisi itu, ada beberapa
metoda yang dapat digunakan, antara lain;
§ Metoda survei GPS untuk penentuan
posisi titik kontrol di pantai.
§ Metoda kinematik deferensial;
untuk tahapan lainnya, baik menggunakan data pseudorange untuk
aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian menengah (m), maupun menggunakan
data fase untuk ketelitian yang lebih tinggi (cm).
§ Sistem DGPS dan RTK; untuk
aplikasi yang menuntut informasi posisi secara instan (real time); dimana
sistem DGPS umumnya digunakan untuk melayani aplikasi berketelitian menengah
dan sistem RTK untuk aplikasi berketelitian lebih tinggi.
Kedua, Pengukuran kedalaman,
pengukuran kedalaman dalam survei batimetri dilakukan pada titik-titik yang
dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang dipetakan. Pada titik-titik ini
juga dilakukan penentuan posisi, titik-titik ini disebut titik fiks perum. Pada
titik fiks ini juga dilakukan pencatatan waktu saat pengukuran kedalaman untuk koreksi
pasut pada hasil pengukuran. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan dalam
pengukuran kedalaman, yaitu; metoda mekanik, optik, atau akustik.
Metoda Mekanik adalah metoda yang
paling awal dilakukan manusia, biasanya metoda ini menggunakan alat tongkat
penduga dan rantai ukur. Metoda optik merupakan metoda terbaru yang digunakan
dalam pemeruman, metoda ini memanfaatkan transisi sinar laser dari pesawat
terbang dan prinsip-prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Teknologi
ini dikenal dengan sebutan laser airborne bathymetry (LAB) dan telah
dikembangkan di beberapa negara menjadi sistem pemeruman. Dari ketiga metoda yang disebutkan diatas, metoda
akustik lah yang paling populer dalam survei batimetri hingga saat ini. Metoda
ini menggunakan gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz sehingga
akan mempertahankan kehilangan intentitasnya hingga kurang dari 10% pada
kedalaman 100m. Alat yang digunakan dalam hal ini adalah echosounder (single
dan multi beam), prinsip kerjanya adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan
gelombang akustik yang dipancarkan tranduser. Gelombang akustik tersebut
merambat pada medium air, dengan diketahui cepat rambat dan di dapatkan waktu
tempuh gelombang menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser,
sehingga dapat dihitung jarak (kedalaman) perairan tersebut.
Ketiga, Pengamatan Pasut, pengamatan
pasut digunakan untuk mengkoreksi hasil dari pengukuran kedalaman dan untuk
prediksi pasang surut di masa mendatang di saat dan tempat tertentu. Pengamatan
pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada
setiap interval waktu tertentu, biasanya setiap 15, 30 atau 60 menit. Rentang
waktu pengamatan pasut yang lazim dilakukan adalah 15 atau 30 hari.
Ada beberapa cara dalam pengamatan
pasut manual dan otomatik. Manual tentunya dengan memakai palem, tinggi muka
air laut setiap interval pengamatan diamati secara manual oleh operator
(pencatat). Sedangkan metoda otomatik, menggunakan alat pengamat pasut mekanik
yang dikenal tide gauge. Gerakan naik turunnya air laut dideteksi dengan sebuah
pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Sehingga perubahan tinggi muka
laut terekam pada kertas perekam data yang telah disediakan.
Dalam pengamatan pasut, perlu
dilakukan pengikatan stasiun pengamat pasut untuk mengetahui kedudukan nol
palem relatif terhadap suatu titik permanen (Bench Mark) di pantai agar mudah
diketahui kembali. Pengikatan stasiun pasut ini dilakukan dengan metoda
pengukuran sipat datar untuk menentukan beda tinggi nol palem relatif terhadap BM.
Lokasi pengamatan pasut dilakukan di
dekat/ di daerah yang masih memiliki karakteristik pasang surut yang sama
dengan daerah yang dilakukan pengukuran kedalaman (dalam beberapa literatur
disebutkan ± 5 Mil dari lokasi pemeruman).
Daftar
Pustaka
Djunarsjah,
E. dkk (2005). Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama. Bandung.